Beranda | Artikel
Hukum Jual Beli Produk Cinta Israil
Senin, 26 Oktober 2015

Menjual Permen Berlambang Israil

Sedang ramai dibicarakan permen ment*s yang bertulisakan I luv israel. Apa hukum jual beli permen ini? Trim’s

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Pertama, bahwa hukum asal bermuamalah dengan non-muslim diperbolehkan. Terdapat banyak sekali dalil yang menunjukkan hal itu. Terlebih bagi mereka yang pernah membaca sejarah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, yang mereka tinggal di Madinah, hidup bersama orang-orang yahudi. Mereka-pun melakukan aktivitas perdagangan bersama orang-orang yahudi.

Kita bisa lihat keterangan Aisyah radhiyallahu ‘anha, yang menceritakan,

اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مِنْ يَهُودِىٍّ طَعَامًا وَرَهَنَهُ دِرْعَهُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli bahan makanan (baca: gandum) dari orang Yahudi secara tidak tunai dan beliau serahkan kepada orang Yahudi tersebut baju besi beliau sebagai jaminan.” (HR. Bukhari 2378).

Yang menjadi pertanyaan, Mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berhutang gandum kepada shahabat yang kaya namun malah memilih bertransaksi dengan orang Yahudi?

Ada beberapa jawaban untuk menjawab pertanyaan ini:

  1. Nabi ingin menjelaskan kepada umatnya mengenai boleh bertransaksi jual beli dengan Yahudi dan itu bukanlah termasuk loyal kepada orang kafir.
  2. Atau ketika itu tidak ada shahabat yang memiliki bahan makanan yang berlebih.
  3. Atau Nabi khawatir jika beliau berhutang gandum dengan para shahabat, mereka lantas tidak mau dibayari, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ingin menyusahkan mereka.

Bahkan, kaum muslimin boleh melakukan transaksi dengan kafir harbi, selama tidak dipastikan barang yang dia jual akan digunakan untuk kejahatan musuhnya.

Abdurrahman bin Abu Bakar radhiallahu ‘anhu beliau bercerita,

كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ثُمَّ جَاءَ رَجُلٌ مُشْرِكٌ مُشْعَانٌّ طَوِيلٌ بِغَنَمٍ يَسُوقُهَا فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « بَيْعًا أَمْ عَطِيَّةً أَوْ قَالَ أَمْ هِبَةً » . قَالَ لاَ بَلْ بَيْعٌ . فَاشْتَرَى مِنْهُ شَاةً

Kami sedang bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Datanglah seorang laki-laki musyrik yang postur tinggi badannya di atas rata-rata sambil menggiring kambing-kambingnya.

Lantas Nabi bertanya kepadanya, “Apakah kambing kambing ini mau dijual ataukah dihibahkan?“

Dia menjawab, “Dijual”.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli seekor kambing darinya.” (HR. Bukhari 2618 dan Muslim 5485).

Dalam shahih Bukhari terdapat bab yang judulnya

باب الشِّرَاءِ وَالْبَيْعِ مَعَ الْمُشْرِكِينَ وَأَهْلِ الْحَرْبِ

‘Bab menjual dan membeli barang dari orang orang musyrik dan orang kafir yang memerangi kaum muslimin’.

Demikian pula yang dinyatakan Ibnu Hibban, ketika membawakan hadis di atas,

فِي هَذَا الْخَبَرِ دَلِيلٌ عَلَى إِبَاحَةِ التِّجَارَةِ إِلَى دُورِ الْحَرْبِ لأَهْلِ الْوَرَعِ

“Dalam hadis ini terdapat dalil bolehnya aktivitas bisnid di negeri kafir harbi bagi orang yang wara’” (Shahih Ibni Hibban, 4/44).

Kedua, memboikot produk orang kafir, hukum asalnya mubah. Karena persaudaraan yang wajib dijaga adalah persaudaraan sesama muslim.

Sehingga pertimbangan boikot produk orang kafir, kembali kepada pertimbangan maslahat dan madharatnya.

Jika adanya boikot justru menyusahkan kaum muslimin, dan tidak memberikan pengaruh bagi orang kafir, maka boikot semacam tidak tepat jika diterapkan. Misalnya, misalnya boikot untuk produk yang sangat dibutuhkan kaum muslimin.

Sebaliknya, jika dengan boikot memberikan maslahat besar bagi masyarakat, melaksanakannya berarti mewujudkan kemaslahatan bagi umat.

Termasuk bentuk maslahat itu adalah pemboikotan yang membuat mereka lemah.

Allah berfirman,

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلا نَصَبٌ وَلا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلا إِلا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ

“Yang demikian itu karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah. dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shalih” (QS. At-Taubah : 120).

Ayat ini menunjukkan, menyemarakkan syiar agama, atau untuk mendukung ajaran islam, adalah tindakan yang disyariatkan, dalam rangka memancing amarah orang kafir. Bahkan Allah tulisakan aktivitas itu sebagai amal soleh.

Ketiga, ada produk orang kafir yang diperintahkan oleh para ulama untuk diboikot.  Terutama produk yang menyemarakkan syiar kekufuran atau meresahkan kaum muslimin.

Seperti pakaian yang berlambang salib, atau bintang david atau yang lainnya.

Umar bin Khatab Radhiyallahu ‘anhu pernah menulis surat kepada kaum muslimin yang tinggal di daerah Azerbaijan (setelah ditaklukkan), isinya:

وَإِيَّاكُمْ وَزِىَّ أَهْلِ الشِّرْكِ

“Hindari semua atribut pelaku syirik.” (HR. Muslim 5532)

Karena itulah, para ulama melarang memasukkan barang semacam ini di tengah kaum muslimin. Baik melalui perdagangan atau diimpor secara cuma-cuma.

Dalam Fatwa Lajnah Daimah, dijelaskan beberapa bentuk komoditas yang tidak boleh diperdagangkan kaum muslimin. Diantaranya,

خامسا: لا يجوز عمل هذه المصوغات بما يحمل شعارات الكفر ورموزه، كالصليب ونجمة إسرائيل وغيرهما، ولا يجوز بيعها ولا شراؤها

Poin kelima, tidak boleh memproduksi perhiasan yang mengandung syiar orang kafir dan lambang mereka. Seperti salib atau bintang david atau yang lainnya. Dan tidak boleh memper-jual belikannya. (Fatawa Lajnah Daimah, 13/69).

Bagaimana Tulisan I Love Is*ail?

Kalimat ini bisa lebih parah dibandingkan lambang salib atau bintang david. Karena kalimat, bisa lebih melekat di hati dari pada sebatas logo. Disamping itu, penyebaran produk yang bertuliskan kalimat ini di tengah kaum muslimin, sangat berpotensi memicu emosi masyarakat.

Kecuali jika tulisan ini tidak ada, tidak jadi masalah jual beli permen tersebut, karena hukum asalnya mubah. Meskipun, jika diboikot, sebagai bentuk hukuman untuk produsennya, boleh saja. Terlebih untuk permen semacam ini, jumat islam tidak terlalu membutuhkannya.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/25871-hukum-jual-beli-produk-berlambang-israil.html